RajaKomen

3 Perkara yang Dapat Membinasakan Seorang Muslim

8 Sep 2021  |  1606xDitulis oleh : Admin
3 Perkara yang Dapat Membinasakan Seorang Muslim

Setiap jiwa menghendaki kebahagiaan. Tetapi karena kejahilan, tidak sedikit manusia yang justru terjerembab pada kebinasaan.

Begitu pentingnya pemahaman terhadap hal yang membahagiakan termasuk jalan dan metode menggapainya, Islam memberikan panduan sedemikian sempurna kepada umatnya.

Namun di saat yang sama kita harus meninggalkan perkara-perkara yang dapat merusak pribadi, bahkan membinasakan kita.

Bahkan, hal-hal yang membinasakan juga dijelaskan dengan sangat gamblang agar kita mawas diri darinya.

“Ada tiga perkara yang dapat membinasakan manusia (hamba), yaitu: sikap bakhil yang dipatuhi, hawa nafsu yang diikuti, dan kekaguman seseorang kepada diri sendiri.” (HR. Thabrani).

Ada 3 hal yang membinasakan seorang hamba. Nabi SAW bersabda, tiga perkara yang membinasakan adalah:

1. Kebakhilan dan kerakusan,

2. Hawa nafsu yang diikuti, dan

3. Seseorang yang membanggakan diri sendiri.

1. Kebakhilan dan kerakusan

Orang yang memiliki sifat jelek ini akan terlalu bergantung pada harta sehingga enggan untuk berinfak atau mengeluarkan hartanya di jalan yang wajib atau pun di jalan yang disunnahkan.

Bahkan sifat “kikir” ini dapat mengantarkan pada pertumpahan darah, menghalalkan yang haram, berbuat zhalim, dan berbuat fujur (tindak maksiat).

Sifat “kikir” ini benar-benar akan mengantarkan pada kejelekan, bahkan kehancuran di dunia dan akhirat. Oleh karena itu Rasulullah SAW memperingatkan bahwa penyakit itulah sebab kehancuran.

2. Hawa nafsu yang diikuti

Secara bahasa, hawa nafsu adalah kecintaan terhadap sesuatu sehingga kecintaan itu menguasai hatinya. Kecintaan tersebut sering menyeret seseorang untuk melanggar hukum Allah Azza wa Jalla. Oleh karena itu hawa nafsu harus ditundukkan agar bisa tunduk terhadap syari’at Allah Azza wa Jalla. Adapun secara istilah syari’at, hawa nafsu adalah kecondongan jiwa terhadap sesuatu yang disukainya sehingga keluar dari batas syari’at.

Orang yang mengikuti hawa nafsu tidak akan mementingkan agamanya dan tidak mendahulukan ridha Allah dan Rasul-Nya. Dia akan selalu menjadikan hawa nafsu menjadi tolok ukurnya.

Maka untuk meraih keselamatan, orang yang mengikuti hawa nafsu harus menerapi dirinya dengan rasa takut kepada Allah Azza wa Jalla sehingga akan menghentikannya dari mengikuti hawa nafsunya. Demikian juga perlu diterapi dengan ilmu dan zikir.

Wajib bagi setiap mukmin mencintai segala yang Allah cintai sehingga harus baginya melakukan perkara yang wajib. Jika kecintaannya bertambah, ia menambah lagi dengan melakukan amalan sunnah. Itulah tambahan untuknya.

Begitu pula wajib bagi setiap Muslim membenci segala yang Allah benci sehingga sudah selayaknya baginya menahan diri dari segala perkara yang haram. Rasa bencinya ditambah lagi dengan meninggalkan hal yang makruh (makruh tanzih).

Dalam riwayat Muslim disebutkan,

“Seorang hamba tidaklah beriman hingga aku lebih ia cintai dari keluarga, harta, dan manusia seluruhnya.” (HR. Muslim no. 44).

Syaikhul Islam rahimahullah berkata, “Fondasi agama (Islam) adalah mencintai karena Allah dan membenci karena Allah.”

3. Seseorang yang membanggakan diri sendiri.

Ujub (bangga diri) artinya ialah perhatian seseorang kepada dirinya dengan pandangan yang sempurna, tetapi lupa kepada nikmat Allah, karena meremehkan orang lain adalah kibr yang tercela. Demikian dinukil ibnu hajar dari Al Qurthubi.

Seorang penyair berkata :

Jauhilah penyakit ujub, sesungguhnya penyakit ujub akan menggeret amalan pelakunya ke dalam aliran deras arusnya.

Sesungguhnya racun ujub akan mengantarkan pelakunya kepada penyakit-penyakit kronis lainnya, di antaranya :

–Lupa untuk bersyukur kepada Allah, bahkan malah mensyukuri diri sendiri, seakan-akan amalan yang telah dia lakukan adalah karena kehebatannya.

–Lenyap darinya sifat tunduk dan merendah di hadapan Allah yang telah menganugerahkan segala kelebihan dan kenikmatan kepadanya.

–Terlebih lagi lenyap sikap tawadhu’ di hadapan manusia.

–Bersikap sombong (merasa tinggi) dan merendahkan orang lain, tidak mau mengakui kelebihan yang dimiliki oleh orang lain. Jiwanya senantiasa mengajaknya untuk menyatakan bahwasannya dialah yang terbaik, dan apa yang telah diamalkan oleh orang lain merupakan perkara yang biasa yang tidak patut untuk dipuji. Berbeda dengan amalan dan karya yang telah ia lakukan maka patut untuk diacungkan jempol.

Ibnu Sa’ad menceritakan di dalam kitabnya ath-Thabaqat, bahwasanya Umar bin Abdul Aziz apabila berkhutbah di atas mimbar kemudian dia khawatir muncul perasaan ujub di dalam hatinya, dia pun menghentikan khutbahnya. Demikian juga apabila dia menulis tulisan dan takut dirinya terjangkit ujub maka dia pun menyobek-nyobeknya, lalu dia berdoa, “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadamu dari keburukan hawa nafsuku.”

(hajinews)

Berita Terkait
Baca Juga: