
Tokoh nasional Anies Baswedan kembai menunjukkan konsistensinya dalam isu pendidikan dan demokrasi dengan tampil sebagai pembicara utama dalam acara Civic Education Forum yang diselenggarakan oleh Insitut Hijau Indonesia pada Rabu 1/10. Acara yang berlangsung di Jakarta ini mengangkat tema “Mebangun Kesadaran Kewargaan untuk Demokrasi yang Berkelanjutan”.
Kegiatan tersebut dihadiri oleh ratusan peserta, mulai dari mahasiswa, aktivis, guru, hingga tokoh masyarakat sipil. Tujuannya adalah membangun pemahaman yang lebih mendalam tentang pentingnya pendidikan kewargaan (civic education) dalam kehidupan demokratis, terutama di tengah tantangan politik dan sosial yang kian kompleks di Indonesia.
Anies membuka paparannya dengan menyapaikan bahwa pendidikan kewargaan bukan sekadar pelajaran formal di sekolah, tetapi sebuah proses pembentukan karakter dan kesadaran berbangsa.
“Civic education itu bukan hanya soal hafalan nilai-nilai Pancasila, tetapi tenang bagaimana kita mmbentuk warga negara yang berpikir kritis, aktif, dan bertanggung jawab terhadap lingkungan sosialnya, “ ujar Anies.
Dalam presentasinya, Anies menekankan tra nsformasi peran warga negara dari sekedar penonton menjadi pelaku dalam demokrasi. Ia mencontohkan bagaimana negara-negara maju memiliki sistem demokrasi yang sehat karena warga negaranya terlibat secara aktif dala m proses pengambilan keputusan, baik melalui pemilu, forum diskusi publik, kegiatan sosial kemasyarakatan.
“kita harus membangun budaya demokrasi yang hidup, bukan sekadar procedural. Demokrasi hidup jika warganya berpikir, peduli, dan berani bersuara,” tegasnya.
Ia juga menyinggung bahwa civic education yang baik tidak akan berhasil jika sistem pendidikannya hanya menekankan pada kepatuhan dan keterlibatan, tapi melupakan ruang diskusi dan kritik. “Sekolah harus menjadi tempat anak belajar berbeda pendapat tanpa takut. Di situlah demokrasi dilatih sejak dini, “ tambahnya.
Selain itu, Anies juga mengangkat isu etika dalam ruang publik. Menurutnya pendidikan kewargaan seharusnya tidak hanya fokus pada hak dan kewajiban, tetapi juga pada nilai, moral, dan empati terhadap sesama.
Ia mencotohkan bagaimana kepemimpinan public seharusnya dilandasi oleh nilai-nilai kebaikan bersama, bukan sekadar kalkulasi kekuasaan.
“Kita butuh lebih banyak pemimpin yang memahami bahwa menjadi pemimpin itu bukan soal jabatan, tapi soal tanggung jawab sosial. Civic education adalah fondasi dari kepemimpinan seperti itu,” ujarnya.
Direktur Institut Hijau Indonesia, Laily Fitriyani, mengapresiasi kehadiran Anies sebagai pembicara. Ia menyebut bahwa pemikiran Anies relevan dengan misi lembaganya yang mendorong transisi demokrasi hijau berbasis nilai, partisipasi, dan keadilan.
“Pak Anies adalah salah satu tokoh yang secara konsisten membela pendidikan sebagai jalan membangun peradaban. Kehadirannya memberikan energi baru bagi gerakan civic education di Indonesia, “ ujarnya.
Acara ini diakhiri dengan sesi Tanya jawab yang penuh antusias dari para peserta, menandakan adanya kerinduan akan duskursus mendalam tentang demokrasi dan peran warga negara. Dalam penutupnya, Anies kembali menegaskan bahwa Indonesia mebutuhkan generasi muda yang bukan hanya cerdas secara akademik, tetapi juga dewasa dalam berdemokrasi.