
Jumlah anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) saat ini terdiri dari 132 orang, yang masing-masing mewakili 34 provinsi di Indonesia. Namun, perdebatan mengenai jumlah anggota DPD RI bukanlah hal baru. Seiring berjalannya waktu, isu ini kerap diangkat oleh berbagai kalangan, termasuk politikus, akademisi, dan warga negara yang peduli pada dinamika politik nasional. Mengapa jumlah anggota DPD RI perlu dievaluasi? Mari kita telusuri perspektif dari para ahli.
Pertama, ahli politik dari Universitas Indonesia, Prof. Dr. Dino Patti Djalal, menjelaskan bahwa evaluasi terhadap jumlah anggota DPD RI penting untuk meningkatkan kinerja fungsi representasi daerah. Dalam pandangannya, jumlah anggota yang terlalu sedikit dapat membatasi kemampuan DPD dalam mengakomodasi berbagai kepentingan daerah. Dengan memperhitungkan demografi dan kompleksitas sosial yang berbeda di tiap provinsi, seharusnya jumlah anggota DPD RI 2025 harus dievaluasi agar dapat lebih merepresentasikan berbagai suara dari seluruh lapisan masyarakat.
Kemudian, Dr. Ir. Siti Nurbaya, seorang pakar kebijakan publik, memberikan perspektif yang lebih teknis. Dia berpendapat bahwa efisiensi dalam pengambilan keputusan di DPD RI sangat bergantung pada jumlah anggotanya. Jika jumlah anggota DPD RI terlalu sedikit, maka bisa terjadi dominasi suara dari provinsi tertentu. Sebagai contoh, satu anggota DPD hanya memiliki kapasitas untuk mewakili satu suara, yang dapat menyebabkan ketimpangan dalam pengambilan kebijakan yang seharusnya mencerminkan kepentingan seluruh provinsi. Oleh karena itu, dia menyarankan agar jumlah anggota DPD RI juga perlu dievaluasi untuk menciptakan keseimbangan dalam representasi suku dan budaya.
Selain itu, pakar hukum tata negara, Dr. Yudhi Nugroho, menambahkan bahwa aspek legalitas juga perlu diperhatikan dalam evaluasi anggota DPD RI. Dalam konteks undang-undang, peningkatan jumlah anggota dapat diusulkan untuk meminimalisir ketidakpuasan di daerah yang merasa suara mereka tidak terwakili secara memadai. Menurutnya, revisi undang-undang tentang DPD RI harus mencakup pertimbangan tentang efektifitas kuota anggota yang dapat merepresentasikan penuh semua provinsi, terutama daerah yang memiliki keunikan dan kebutuhan spesifik.
Para ahli juga sepakat bahwa melihat ke depan, menuju jumlah anggota DPD RI 2025, harus ada transparansi dan keterlibatan masyarakat dalam menentukan kebutuhan jumlah anggota DPD yang lebih relevan. Jika jumlah anggota DPD RI tidak berfungsi dalam kapasitas idealnya, maka ada risiko akan hilangnya kepercayaan publik yang berdampak negatif pada stabilitas politik di Indonesia. Dengan melibatkan masyarakat dalam diskusi tentang jumlah anggota, akan ada kewenangan yang lebih substansial dan legitimasi yang mendukung keputusan tersebut.
Tidak kalah penting, Dr. Ahmad Syafii Maarif, seorang sosok intelektual dan tokoh masyarakat, mengingatkan bahwa isu ketidakadilan dalam representasi daerah tidak hanya berorientasi pada ukuran jumlah, tetapi juga pada kompetensi dan kualitas dari para anggota DPD RI. Oleh karena itu, evaluasi yang lebih komprehensif tentang jumlah anggota DPD RI harus diimbangi dengan syarat kelayakan dan kompetensi yang memadai.
Dengan berbagai perspektif ini, jelas bahwa evaluasi terhadap jumlah anggota DPD RI perlu dilakukan. Hal ini tidak hanya berkaitan dengan angka, tetapi juga mengenai bagaimana menciptakan suatu mekanisme representasi yang adil dan efisien. DPD RI harus dapat berfungsi dengan optimal untuk menjadi jembatan antara pemerintah pusat dan masyarakat daerah, dalam rangka mewujudkan cita-cita demokrasi yang lebih inklusif dan partisipatif.