Sakit hati, marah, jijik, takut, gelisah, sedih, hampa, bosan, dan beragam perasaan tidak nyaman lainnya merupakan jenis siksaan yang dikenal oleh jiwa manusia. Dan di antara keadaan psikis tersebut, penyesalan merupakan salah satu jenis siksaan batin yang paling tidak disenangi oleh ras manusia di seluruh peradaban. Karena pada penyesalan itu terkumpul berbagai emosi negatif sekaligus. Bahkan kita tau bahwa penyesalan pada level tertentu dapat melahirkan keputusasaan yang fatal.
Bayangkan kamu berinvestasi di bursa saham. Kamu membeli saham sebuah perusahaan seharga 10.000 per lembar dengan modal 100 juta. Apa yang terjadi ketika market bearish (index harga saham jatuh) ke harga 5.000? Kamu akan sangat menyesal membeli saham tersebut karena kini hartamu telah hilang separuhnya dalam sekejap. Apa yang terjadi bila market bullish (index harga saham melambung) ke harga 15.000? Kamu akan gembira karena hartamu telah bertambah menjadi 150 juta, tapi di sisi lain timbul penyesalan kenapa kamu tidak menambah modal lebih banyak sebelumnya atau kenapa tidak membeli sedari dulu ketika harga per lembarnya jauh lebih murah. Demikianlah gambaran perasaan sesal di dunia.
Namun sebetapa dalamnya penyesalan di dunia, ia masih bisa disembuhkan dengan menjadikan peristiwa yang disesali sebagai objek pembelajaran agar kita tidak mengulangi penyebabnya di kemudian hari. Sehingga pada akhirnya kita dapat memetik buah yang manis dari hikmah yang kita dapatkan.
Imam Ibnu Katsir menjelaskan di dalam tafsir beliau bahwa setiap orang yang melampaui batas akan dihantui rasa penyesalan yang hebat tatkala ajal mendatanginya. Mereka pun meminta penangguhan waktu meski hanya sebentar untuk melaksanakan amalan yang telah mereka tinggalkan semasa hidup. Semua akan menyesal sesuai dengan kadar kelalaliannya. Begitu pula bagi orang kafir, Allah timpakan pada mereka rasa penyesalan yang tak kalah hebatnya.
Setiap insan akan ingat setiap detik peristiwa dan perbuatannya sejak dulu kala hingga yang baru terjadi. Dan semua manusia akan menyesal. Yang semasa hidupnya bermaksiat akan menyesali maksiatnya. Bahkan yang semasa hidupnya taat pun akan menyesal seandainya dia dapat menambah amal ketaatannya.
Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Seandainya seorang hamba senantiasa menundukkan wajahnya sejak ia lahir hingga ia mati dalam ketaatan, tetap saja hari kiamat tersebut akan menghinanya” (HR. Ahmad dalam Musnad, HR. Bukhari dalam At-Tarikh, HR. Ath-Thabrani dalam Al-Kabir, dihasankan oleh As-Suyuthi dan Al-Albani)
Maksudnya semua ibadah yang telah ia perbuat terasa kurang seperti tidak ada artinya dibandingkan kengerian di hari kiamat. Sehingga penyesalan yang dirasakan orang yang taat ini pun tidak berkurang sedikit pun meski ia mengetahui hidupnya dipenuhi dengan amal.
Sehingga Allah pun berfirman:
Yang dijelaskan maknanya oleh Imam Ibnu Katsir, “Bagaimana penyesalan tersebut akan berguna?”
Dengan kata lain, penyesalan di hari kiamat itu tidak bakal berguna dan menyelamatkan kita.
Belum lagi penyesalan bertubi-tubi dirasakan oleh penduduk neraka tatkala mendengar khutbah Iblis yang dikisahkan di dalam Quran surat Ibrahim ayat 22.
“Dan setan berkata ketika perkara (hisab) telah diselesaikan, “Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan aku pun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya. Tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku, tetapi cercalah dirimu sendiri. Aku tidak dapat menolongmu, dan kamu pun tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu.” Sungguh, orang yang zalim akan mendapat siksaan yang pedih.”
Na’uudzubillaahi min dzaalik. Semoga kita tidak termasuk di dalam golongan tersebut.
Maka selama kita masih hidup di dunia, hendaknya kita bersegera merengkuh taubat, mengemis hidayah, serta meraih segala amal salih dan berusaha menjauhi keburukan. Selama penyesalan itu masih ada obatnya. Selama kesabaran (dalam ketaatan dan ketika menghadapi ujian/musibah) itu masih bermanfaat di dunia. Sehingga Allah mengampuni dosa-dosa kita dan mengubahnya menjadi kebaikan, serta mengganjar setiap derita fisik maupun psikis yang kita alami dengan pahala. Dan agar kita terhindar dari penyesalan yang lebih besar lagi di kehidupan yang selanjutnya kelak.